Jumat, 22 Juli 2011

kisah


Ibnu Qayim Al – Jauziyah
Sufi, Ulama, Intelektual
Ia sufi besar dan ulama yang produktif menulis kitab. Karya-karyanya masih di pelajari hingga kini, dan mudah didapat. Jangan heran jika kitab-kitab yang ditulis 6 abad silam, sampai kini pun masih laris. Itulah kitab-kitab karya Ibnu Qayim Al-Jauziyah. Sampai saat inipun di beberapa toko kitab, karya ulama besar yang rata-rata memuat persoalan fikih itu cukup banyak dan mudah di dapat. Pengarangnya adalah salah seorang sufi dan murid ulama besar serta mujtahid (pembaharu) Ibnu Taimiyah. Terjemahan kitab-kitabnya kedalam bahasa indonesia cukup laris, hampir menyamai terjemahan kitab –kitab karya Imam Ghazali.
Di kalangan para sufi, ia memang tidak terlalu populer. Ia bahkan sering berbeda pendapat dengan para sufi yang lain. Ibnu Qayim memang lebih di kenal sebagai salah seorang fukaha ketimbang ahli tasawuf. Ia lahir di Damaskus, Syiria, pada 7 shafar 691 H/1292 M di desa Zar’I, Hauran, 55 mil arah tenggara Damaskus. Nama aslinya Syamsuddin Abi Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Ayub bin sa’d bin Hariz Al-Zar’ie Al- Dimasyqi.
Al- Jauziyah merupakan penisbatan (pengaitan) namanya dengan madrasah yang didirikan ulama besar Muhyiddin Abul Mahasin Yusuf bin Abdurrahman bin Ali bin Al-Jauzy (wafat 656 H). apalagi ayahandanya, Abi Bakr, adalah ulama termasyhur dan qurator (Qayim) madrasah tersebut. Ia wafat pada 23 Rajab 751 H di damaskus. Ibnu Qayim tumbuh dalam lingkungan keluarga ang sangat ketat dalam beragama. Muala-mula, ia belajar ilmu faraid (aturan pembagian harta pusaka) dari ayahnya yang memang pakar dalam ilmu hukum waris tersebut. Hidup di lingkungan orang-orang alim dan cerdas, ia pun tumbuh pula sebagai sosok yang cerdas. Menjelang dewasa, ia pergi belajar kepada sejumlah ulama di Damaskus, terutama kepada Ibnu Taimiyah, yang sangat mempengaruhi alam pikirannya. Maka, iapun termasuk salah seorang pengikut metode Ibnu Taimiyah yang menentang orang-orang yang menyimpang dari ajaran agama.
Ketika Ibnu Taimiyah pulang dari mesir pada 712 H, ibnu Qayim belajar secara intensif kepada Ibnu taimiyah hingga sang guru wafat pada 728 H ketika itu, Ibnu Qayim sedang berada di puncak kematangan dan kecerdasan, sehingga mampu menyerap keluasan ilmu dan pemikiran gurunya yang cemerlang itu. Salah satu pelajaran terpenting yang ia warisi dari sang guru ialah ajakan untuk kembali kepada kemurnian Al-Qur’an dan sunah, memurnikan islam dari segala macam bid’ah. Dalam beberapa kitabnya, Ibnu Qayim mengungkapkan karakteristik ajaran Ahlusunah Waljamaah. Penjelasan tentang jalan lurus, jalan tengah antara ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith(sikap seenaknya), menerangkan sifat-sifat Allah SWT, hak-hak para nabi, keseimbangan dalam praktik sunah, juga tentang cara berfikir kaum pembangkang dari jalan Allah.
Banyak murid Ibnu Qayim Al-Jauziyah yang pada akhirnya berhasil menjadi ulama besar. Di antaranya yang paling terkenal ialah Al-Hafidz Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir Al-Bashrawi Al-Dimasyqi, yang lebih di kenal dengan nama Ibnu Katsir yang sangat populer. Sampai sekarang, kitab tafsir tersebut masih menjadi rujukan di pesantren dan perguruan tinggi, juga dalam forum Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama. Di kenal sebagai Ulama bermazhab Hambali, Ibnu Qayim adalah tipikal ulama kontroversial di zamannya. Pendiriannya sanga kukuh, bahkan tak jarang malah bisa berbeda paham denga pendiri mazhab hambali sendiri, yaitu Imam Ahmad bin hanbal. Seperti sikap para guru, Ibnu Qyim juga berpendirian, pintu ijtihad(inisiatif dalam penerapan hukum) tetap terbuka. Siapa pun pada dasarnya bisa berijtihad sejauh yang bersangkutan mampu dan sanggup.Keteguhan pendiriannya dalam agama itulah yang mendorongnya menulis sejumlah kitab. Hasil karyanyatak kurang dari 100 judul, meliputi berbagai disiplin ilmu : hadis, sirah (sejarah), ushul fiqh, fikih,akidah, akhlak, dan sebagainya.
Sumber :Alkisah No.26/20 Des. 2004-2.2005

0 komentar:

Posting Komentar

AL-qur'an On-line

Album Sahabat

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites